Mereka-mereka ini yang terkena laknat dan jauh dari rahmat Allah. Ada enam belas orang yang bisa disebutkan kali ini.
Laknat itu artinya jauh dari kebaikan. Ada juga yang menyatakan, laknat adalah jauh dari Allah.
Jika laknat itu dari manusia dan makhluk, yang dimaksud laknat adalah celaan dan do’a.
Setiap yang terkena laknat Allah, maka ia berarti jauh dari rahmat Allah dan berhak mendapatkan siksa, akhirnya binasa. Demikian disebutkan dalam Lisanul ‘Arab, 13: 387-388.
Yang dilaknat bisa jadi perbuatannya adalah kekafiran. Ini jelas jauh dari rahmat Allah dan berhak mendapatkan azab Allah.
Bisa pula yang dilaknat tetap muslim, namun ia melakukan perbuatan yang pantas dapat laknat seperti orang yang minum minuman keras, orang mencaci maki orang tuanya dan semacam itu. Perbuatan yang dilakukan tentu saja termasuk al-kabair (dosa besar), namun tidak menyebabkan ia kekal di neraka.
Karena kaedah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang patut diingat,
مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِ التَّوْحِيْدِ عَلَى التَّوْحِيْدِ وَالإِسْلَامِ وَإِنْ دَخَلَ النَّارَ بِذُنُوْبٍ فَعَلَهَا فَإِنَّهُ لاَ يَخْلُدُ فِيْهَا
“Siapa saja yang mati dari ahli tauhid dan ahli Islam dan ia masuk neraka karena suatu dosa, maka ia tidak kekal di dalamnya.” (Syaikh Shalih Al-Munajjid dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 175522)
Dan sekali lagi, perbuatan yang dilaknat masuk dalam kategori dosa besar sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,
كُلُّ ذَنْبٍ كَانَتْ عُقُوْبَتُهُ اللَّعْنَةَ فَهُوَ مِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوْبِ
“Setiap dosa yang hukumannya adalah mendapatkan laknat, dosa tersebut tergolong dalam dosa besar.” (Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Madani, hlm. 57)
Siapa Saja yang Terkena Laknat?
1- Orang yang menyembelih untuk selain Allah
2- Orang yang Melindungi pelaku maksiat dan pelaku bid’ah
3- Orang yang mencela kedua orang tuanya
4- Orang yang merubah batas tanah
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ
“Allah melaknat siapa saja yang melakukan sembelihan (tumbal) pada selain Allah (menyebut nama selain Allah, pen.). Allah melaknat orang yang melindungi pelaku maksiat (dan bid’ah). Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya. Allah melaknat orang yang merubah batas tanah.” (HR. Muslim, no. 1978)
Apa yang dimaksud melaknat orang tua?
Bisa yang dimaksud adalah menjadi sebab orang tuanya tercela.
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, (beliau berkata bahwa) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ
“Sesungguhnya di antara dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya.” Lalu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ
“Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang bisa mencela kedua orang tuanya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ ، وَيَسُبُّ أَمَّهُ
“Seseorang mencela ayah orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ayahnya. Dan seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ibunya.” (HR. Bukhari, no. 5973)
Berarti melaknat seperti di atas termasuk durhaka pada orang tua. Kenapa?
‘Uququl walidain atau durhaka pada orang tua adalah segala bentuk menyakiti orang tua.
Tidak termasuk durhaka jika kita mendahulukan kewajiban pada Allah. Juga tidak termasuk durhaka jika kita tidak taat dalam maksiat.
Taat pada orang tua itu wajib dalam segala hal selain pada perkara maksiat. Menyelisihi perintah keduanya termasuk durhaka. Lihat Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi, 2: 77.
5- Orang yang mengonsumsi sesuatu yang memabukkan (khamar) dan menjadi penyokongnya
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْخَمْرِ عَشَرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِىَ لَهَا وَالْمُشْتَرَاةَ لَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat dalam khamar sepuluh hal: (1) yang memerasnya, (2) yang mengambil hasil perasannya, (3) yang meminumnya, (4) yang mendistribusikannya, (5) yang memesannya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang memakan hasil penjualannya, (9) yang membeli secara langsung, dan (10) yang membelikan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi, no. 1295. Hadits ini dinilai hasan shahih menurut Syaikh Al-Albani)
6- Yang memakan riba dan menolong dalam terlaksananya transaksi riba
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang menyetorkan riba, pencatat transaksi riba dan dua orang saksi dalam transaksi riba.” Beliau mengatakan, “Mereka semua sama (dapat dosa, pen.).” (HR. Muslim, no. 1598)
Kaedah untuk memahami riba di antaranya,
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka itu adalah riba.” (Lihat Al Majmu’ Al-Fatawa, 29: 533)
7- Orang yang meratapi mayit
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- النَّائِحَةَ وَالْمُسْتَمِعَةَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang meratapi dan meminta untuk mendengar ratapan.” (HR. Abu Daud, no. 3128. Sanad hadits ini dha’if menurut Syaikh Al-Albani)
8- Orang yang memberi suap dan yang menerima suap
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
9- Pria yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai pria
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari, no. 5885)
Ibnu ‘Abbas juga berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ وَقَالَ « أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ » . قَالَ فَأَخْرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فُلاَنًا ، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا
“Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang bergaya seperti wanita dan wanita yang bergaya seperti pria.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.”
Ibnu ‘Abbas katakan, “Nabi pernah mengeluarkan orang yang seperti itu. Demikian halnya dengan ‘Umar.” (HR. Bukhari, no. 5886)
Begitu pula dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Ahmad, no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, perawinya tsiqah termasuk perawi Bukhari Muslim selain Suhail bin Abi Shaih yang termasuk perawi Muslim saja).
10- Orang yang menyambung rambut
11- Orang yang bertato
Dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
“Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan yang meminta disambungkan rambutnya, begitu pula perempuan yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato.” (HR. Bukhari no. 5933, 5937 dan Muslim no. 2124).
12- Orang yang memimpin kaumnya lantas kaumnya tidak suka padanya (dalam hal terkait agama, pen.)
13- Istri yang tidak taat pada suami
14- Tidak memenuhi panggilan azan untuk shalat berjama’ah
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَةً رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَرَجُلٌ سَمِعَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ ثُمَّ لَمْ يُجِبْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat tiga orang: (1) orang yang memimpin kaumnya lantas mereka tidak suka (lantaran penyimpangan agama, bukan masalah dunia, pen.), (2) istri yang di malam hari membuat suaminya membencinya (karena tidak mau taat pada suami, pen.), (3) ada orang yang mendengar ‘hayya ‘alal falaah’ (marilah meraih kebahagiaan) lantas ia tidak memenuhi panggilan berjamaah tersebut.” (HR. Tirmidzi, no. 358. Hadits ini sanadnya benar-benar lemah menurut Syaikh Al-Albani)
15- Orang yang menyetubuhi di dubur (seks anal)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا
“Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad, 2: 479. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)
16- Orang yang gila dunia dan tidak mau mendalami agama, bahkan tidak menyukainya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ أَوْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا
“Dunia dan seluruh isinya dilaknati, kecuali dzikir mengingat Allah, segala yang dicintai-Nya, orang yang berilmu atau orang yang sedang belajar menuntut ilmu.” (HR Ibnu Majah, no. 4112; Tirmidzi, no. 2322. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Yang jelas janganlah jadi orang yang asal-asalan dalam beramal. Dari Al-Hasan Al-Bashri, dari Abu Ad-Darda’, ia berkata,
كُنْ عَالِمًا ، أَوْ مُتَعَلِّمًا ، أَوْ مُسْتَمِعًا ، أَوْ مُحِبًّا ، وَلاَ تَكُنْ الخَامِسَةَ فَتَهْلَكُ. قَالَ : فَقُلْتُ لِلْحَسَنِ : مَنِ الخَامِسَةُ ؟ قال : المبْتَدِعُ
“Jadilah seorang alim atau seorang yang mau belajar, atau seorang yang sekedar mau dengar, atau seorang yang sekedar suka, janganlah jadi yang kelima.” Humaid berkata pada Al-Hasan Al-Bashri, yang kelima itu apa. Jawab Hasan, “Janganlah jadi ahli bid’ah (yang beramal asal-asalan tanpa ilmu, pen.) (Al-Ibanah Al-Kubra karya Ibnu Batthah)
Hanya Allah yang memberi taufik untuk menjauhi setiap dosa yang dilaknat.
—
@ Gunawangsa, Surabaya, 11 Jumadal Ula 1437 H
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam